Alone Doesn't Mean Lonely (The Lastest)

Sejak saat kejadian di kafe itu Kanya dan Willy tidak pernah bertemu lagi. Sudah enam bulan mereka tidak pernah melakukan kontak secara langsung ataupun tidak langsung. Mereka menjalankah kehidupan mereka masing-masing. Walaupun mereka masih berteman di BBM. Tapi sepertinya mereka tidak ingin mencari tahu kehidupan satu dengan lainnya.
 *****
Hari ini Velita dan Kanya akan melakukan charity di sebuah panti asuhan. Charity ini dilakukan dalam rangka Velita's Birthday. Umur Velita sudah 20 tahun, nggak kerasa. Mereka sudah siap untuk berangkat ke panti asuhan yang dituju. Panti Asuhan Erost. Mereka menghabiskan sejam untuk sampai di tempat itu.

"Aduh jauh banget ternyata." Keluh Kanya sambil merapikan ujung bajunya.

Velita berdecak malas. "Kamu tuh ya perjalanan cuma sejam dibilang jauh. Kalo 12 jam perjalanan baru boleh bilang jauh. Bantuin aku nih angkat snack-nya ke dalam."

Kanya hanya mencibir kemudian melenggang masuk dengan membawa box besar berisi snack yang telah disiapkan Velita. Velita masih berbicara dengan kepala panti. Kanya langsung masuk dan anak-anak yang ada di panti asuhan yang tadinya senyap sekarang menjadi ramai tak terkendali. Dasar anak-anak. Beberapa anak, kira-kira berusia 5-6 tahun bergelantungan di kaki Kanya. Dengan lembut Kanya meminta anak itu untuk melepaskan kakinya. Rasanya keram sekali. Tapi anak-anak itu tidak mau melepaskan Kanya. Mereka menyuruh Kanya untuk menunduk. Mau tidak mau Kanya menuruti permintaan anak-anak yang cukup menggemaskan tapi sangat menyebalkan itu. Anak-anak itu menjadikan Kanya sebagai kuda-kudaan. Tiga anak menduduki punggung Kanya. Rasanya itu kayak ditimpa galon besar. Ternyata anak-anak ini badannya aja yang kecil, berat tubuh mereka itu BERAT MAKSIMAL.

"Ayo kak, lebih cepet dong jalannya! Masa kuda jalannya kayak siput!" Seru salah seorang anak yang menunggangi tubuh Kanya.

Buset dah! Nih anak ngomong seenak jidatnya, dipikir enteng gitu ya. Kalo mau ngerasain, gantian kek mereka yang jadi kuda-kudaannya aku yang jadi penunggangnya. Rese!!! batin Kanya berkecamuk. "Aduh kakak udah gak kuat nih." Kanya meringis kesakitan. Sebenarnya pegal!

"Ih ayo kak, cepetan!!" jerit anak yang lain.

Kalo bukan anak-anak aja ya udah aku jitakin satu-satu nih orang. Huft. Kanya mencoba mempercepat seperti yang anak-anak itu minta. Apa daya tangannya sudah gemetaran. Nggak kuat. Akhirnya Kanya terkapar di lantai, dan anak-anak itu malah berhambur tak tahu terima kasih. Kanya hanya bisa meredam amarahnya.

"Ayahhhhh!!!" teriak seorang anak laki-laki. Kanya dengan posisi seperti kurban yang siap disembelih, dengan susah payah melirik seseorang yang dipanggil oleh anak itu.

"Halo Kevin!" Seorang cowok memeluk anak yang memanggilnya ayah. Mata Kanya terbelalak melihat cowok tersebut. Ganteng banget!!!!

Tiba-tiba Velita datang dan menduduki punggung Kanya. Makin sakit aja tuh punggung. "Aduh!!!! Minggir Vel, sakit nih, dasar gila!!!!" Velita terbahak-bahak melihat Kanya yang semenderita itu dipermainkan anak-anak.

"Kamu sih ngapain tiarap kayak gitu. Aku kan jadi nafsu pengen dudukin punggungmu itu. HAHAHA"

Kanya melotot pada Velita. "Gila aja ya badanku udah hampir remuk tau nggak!!!" Velita menggeleng-geleng. Kanya mendengus sebal. Ia membenarkan posisinya, ia duduk di lantai, sekarang nggak akan ada orang lagi yang meduduki punggungnya. Kanya mengalihkan pandangannya ke cowok ganteng yang dilihatnya tadi. Sudah tidak ada. Matanya menyebarkan pandangan dan tetap tak menemukan cowok tadi, dan anak kecil yang memanggilnya "AYAH" tadi juga tidak ada. Jangan-jangan????!!! Kanya berlari kecil keluar panti, Velita tak mencegahnya.

*****
Di taman tak jauh dari panti tersebut akhirnya Kanya menemukan anak kecil itu bersama cowok yang dipanggilnya "AYAH". Kanya buru-buru menghampiri mereka. Mereka berdua sedang makan ice cream bersama. Tidak salah lagi pasti cowok tersebut paedofil! Cowok itu mengiming-imingi anak tersebut ice cream dan mengajaknya keluar panti asuhan tanpa izin. Tuduhan Kanya meluncur begitu saja di dalam otaknya.

"Woi!!!" Kanya memukul bahu cowok tersebut dari belakang. Cowok tersebut menoleh ke arah Kanya.

"Ngapain mukul-mukul bahu aku?" 

Heh? Kanya melongo sekaligus salah tingkah. Cowok yang dituduhnya ganteng dan paedofil yang ada dihadapannya adalah WILLY. "Yeee, kamu tuh yang ngapain di sini bareng anak panti. Kamu mau nyulik dia ya? atau kamu paedofil? iya kan? ngaku aja deh!" Kanya langsung merebut genggaman tangan anak kecil itu ke genggaman tanganya.

"Kamu waras nggak sih? asal nuduh aja!" anak kecil itu melepaskan diri dari Kanya lalu memeluk Willy dengan erat. Sepertinya anak itu ketakutan pada Kanya. Kanya makin salah tingkah.

"Terus ngapain dong?"

"Aku tuh papa angkatnya dia."

Kanya menggaruk-garuk kepalannya. Sangat bingung + malu. "Kok bisa sih?"

"Aku ceritain sekalian kita balik ke panti aja ya. Ayo." Willy menggenggam tangan anak kecil itu dan TANGAN KANYA. OMG!!!! apa-apaan ini? pikir Kanya, tapi ia tetap tak melepaskan genggaman Willy.

"Aku ketemu anak ini di taman yang tadi. Namanya Kevin." Willy memulai ceritanya, Kanya menyimak dengan saksama. "Aku ke taman itu pas lagi frustasi banget, terus ngedenger ada anak nangis. Ternyata anak yang nangis itu Kevin ini. Terus aku tanya kenapa dia nangis, terus dia jawab soalnya dia udah nggak punya ayah lagi." Willy bernapas sejenak, ia melirik Kevin yang jalan dengan senyum yang merekah, mata Willy berkaca-kaca. Sedangkan Kanya mulai mengusap-usap kepala Kevin. "Dengan polosnya dia nanya ke aku, "Om mau nggak jadi ayah aku? Kalo om mau aku bakal balik ke panti asuhan" segala rasa frustasiku hilang waktu dia nanya kayak gitu. Aku bilang aku mau. Aku anterin dia ke panti asuhan deh, ternyata kata Ibu pantinya, Kevin ini kabur karena dia nggak mau tinggal di panti asuhan. Kevin diantar ke panti asuhan sama tetangganya setelah pemakaman ibu dan ayahnya selesai. Jadi intinya, mama-papanya meninggal, makanya Kevin kabur ke taman yang nggak jauh dari panti. Aku bilang ke Kevin kalau dia nggak boleh kabur lagi dari panti, dan aku janji bakal ngunjungin dia setiap hari. Aku ngunjungin dia kalau aku udah pulang kerja. Gitu." 

 Tanpa sadar Kanya menitihkan air mata. Kanya memang cengeng. "Kamu kok mau sih ngelakuin ini?"

Willy memandang Kevin lembut. "Aku ngelakuin ini karena aku tau rasanya nggak punya papa, nggak punya mama. Itu rasanya hambar banget. Dan aku nggak mau Kevin ngerasain hal yang sama kayak yang aku rasain dulu. Aku tau Tuhan ngelakuin ini pasti ada maksudnya, aku nggak mau sia-sian kesempatan yang dikasi Tuhan untuk aku jagain Kevin. Makanya sesendiri apapun aku, walaupun aku jomblo aku nggak pernah ngerasa sepi. Soalnya ada Kevin di hidup aku."

Air mata Kanya mengalir bak air terjun. Tak terbendung. Kanya berhenti berjalan, ia seperti berlutut dan menatap Kevin lekat-lekat. "Kevin, kakak boleh meluk kamu nggak?" Kevin mengangguk sambil tersenyum. Kanya memeluk Kevin lama sekali. "Kamu beruntung banget Kevin. Bisa punya papa kayak Willy."

"Aku sayang ayah Willy." celetuk Kevin saat Kanya berhenti memeluknya.

"Iya, Willy lebih sayang sama kamu Kevin" Kanya dan Willy saling bertatapan. Tersenyum hangat. Mereka seperti keluarga kecil. Tapi pada saat sampai di panti moment itu berakhir. Velita ngambek pada Kanya, karena dianggap hilang entah kemana saat ulang tahunnya berlangsung. Dan Willy pamit pulang kepada semua orang di panti.

*****
Kanya dan Willy punya janji sore ini untuk menjumpai Kevin di panti asuhan. Kanya ternyata menyimpan sebuah rasa pada Willy. Tapi Willy tidak tahu. Masih belum tahu. Karena belum saatnya. Kanya yakin kalau Willy jodohnya pasti nggak akan kemana.

"Kamu kenapa belum punya pacar sih?" ucap Kanya di tengah keheningan yang terjaga di antara mereka berdua. Mereka baru dari taman, membeli es krim untuk Kevin. Sekarang mereka berjalan menuju panti. 

"Hmm.. Kepo deh!" balas Willy sambil menjulurkan lidah ke arah Kanya. Kanya cemberut menanggapi balasan Willy.

"Kalo nggak mau pacaran langsung nikah aja!" seru Kanya bersemangat, Kanya berlari memeluk angin yang menerpanya. Kanya berada lima langkah di depan Willy. 

"Nikah sama siapa?" 

"Sama aku dong!" Kanya tersenyum manis sambil menari nggak jelas di hadapan Willy, membuat Willy tertawa kecil melihat tingkahnya yang sangat childish. Diam-diam wajah Willy memerah saat Kanya berkata seperti itu. Willy hanya diam. 

Saat Willy hendak menyejajarkan langkahnya dengan Kanya, sebuah motor menabrak Kanya. Willy tak melihat jelas kenapa Kanya bisa ada di sana ketika motor itu sedang mengebut. Sekarang Willy hanya kehilangan Kanya yang barusan menari nggak jelas. Kanya di atas aspal jalan tergeletak lunglai. Willy segera menggendongnya, dan membawanya ke tepi jalan. Banyak orang mulai mengerumuni merek berdua. Willy berpikir bahwa dirinya bodoh, ia tidak membawa HP. 

"Tolong telponin ambulan!!!" Jerit Willy pada orang-orang yang mengerumuni mereka.

Willy sangat panik. Ia berpikir dirinya sangat bodoh sampai tidak melihat ada motor yang mengebut menabrak Kanya. Ia mulai depresi, memukul kepalanya sendiri. Menepuk-nepuk pelan wajah Kanya, meminta Kanya agar sadar. Hasil yang didapatkannya nihil. Rasa takut menyergap jiwa Willy. Willy takut nggak bisa melihat senyum Kanya lagi. Ia takut nggak bisa melihat tawa Kanya lagi. Ia takut nggak bisa melihat tingkah konyol Kanya lagi. Ia takut kehilangan Kanya.

"Kanya bangun! Kamu harus bangun!!! Kita kan udah janji mau nengokin Kevin, Kevin udah nungguin kita di panti. Kanya, kalau kamu bangun aku nggak bakal nyia-nyian kamu lagi. Aku bakal nikahin kamu. Kamu mau kan nikah sama aku? Kita bakal hidup bertiga bareng Kevin. Tapi kamu harus bangun!!" untaian kata itu mengalir di sela isak tangis Willy.

Jari-jari mungil Kanya menepis air mata Willy. Willy terpaku di tempat. Kedua tangan Kanya menarik Willy dalam pelukannya. "Kamu beneran mau nikahin aku kan? Kita beneran bakalan hidup bertiga kan? Aku, Kevin, dan kamu." Kanya tertawa diselingi tangis bahagia. Ia bangkit berdiri. Berdiri tegap. Seperti tidak terjadi apa-apa padanya. Willy hanya menatap Kanya tak percaya.

"Kanya!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!" teriak Willy sambil mengejarnya. Willy malu. Ternyata ia dikerjai Kanya!

"Aku cintaaaaaaaa banget sama Willy!!!!!!!!!!!!!!!!" Semua orang memandang Kanya dengan heran. Kanya tak peduli jika ia dianggap orang tergila sedunia. Yang penting sekarang ia bahagia. Bahagia karena Willy mencintainya. Walaupun Willy belum berkata langsung padanya, tapi hatinya yakin Willy mencintainya. Hidup Kanya sempurna. 

 Sampai di depan panti. Kanya dan Willy berhadapan. Dengan ekspresi marah Willy menjitak kepala Kanya. Bibir Kanya mulai membentuk garis lengkung ke bawah, sebelum lengkungan di bibir Kanya terbentuk Willy meraih tubuh mungil Kanya ke dalam dekapannya. Ia mengelus rambut Kanya. Kanya membalas pelukan Willy. "Jangan tinggalin aku ya! Aku sayang banget sama kamu." Kanya mengangguk mendengar ucapan yang menghujam jantungnya tersebut.

Comments

Popular posts from this blog

New normal Dicetuskan, Masyarakat Sudah Disiapkan?

"Kiri, Pak!" [PART.1]

Her Name Yola