"Kiri, Pak" [PART.2]

Ini potret pribadi saat aku naik angkot tahun lalu
sumber foto: galeri pribadi 


 Drama naik angkot selanjutnya bersama teman-teman satu sekolah adalah naik angkot dengan pelajar beda sekolah. Asli, dulu itu kalau penumpang di belakang isinya 50% anak sekolahku dan 50% sekolah lain, yang akan terjadi yaitu saling bergunjing dan tak jarang anak-anak sekolah lain menatap sinis ke arah kami. Tatapan sinis itu dilemparkan karena rok sekolah kami pendek. Di jaman itu, eh nggak tahu lagi ya kalau sekarang masih kayak gitu, pelajar di seluruh SMP-SMA negeri dan beberapa swasta menggunakan rok panjang saat sekolah, sedangkan kami swasta lainnya menggunakan rok dan celana pendek. Menurutku nggak pendek-pendek banget sih, apalagi murid baru biasanya roknya sedengkul. Perilaku anak-anak sekolah lain itu dibales temen-temenku yang super jail dengan cara plesetin nama sekolah mereka atau ngejelekin fasilitas sekolah mereka. Astaga, kalau inget itu nggak berhenti ngakak, bocah banget woi.

Selain saling mengejek antar sekolah, drama berikutnya adalah tawar menawar tarif angkot. Ini hal paling seru. Aku dan temen-temenku kalau pulang selalu gerombolan. Gerombolan itu nggak cuma temen-temen sekelas doang tapi campur dengan kakak-kakak kelas juga. Sambil nunggu angkot biasanya kami jajan dulu di warteg deket rel kereta api. Warteg itu tempat angkot-angkot oranye dan kuning mangkal. Ada satu tipe bapak supir yang bakal kami hindari yaitu bapak supir yang memberikan tarif mahal. Misalnya, dari Krian ke Sidoarjo itu umumnya tarif yang diberikan “supir pengertian” adalah Rp2.000. Tapi kalau bapak supirnya galak, harganya bisa Rp3.000. Untuk anak SMP yang uang jajannya nggak banyak kayak aku dan beberapa teman yang lain jelas kami protes.

Suatu angkot di pangkalan harus segera membuat isi angkotnya penuh dengan penumpang agar angkot lain juga bisa cari penumpang dan jalan. Di pangkalan angkot ada sebuah peraturan tak tertulis yaitu angkot barisan belakang dilarang keras untuk mendahului angkot di barisan paling depan. Istilahnya kayak nyerobot buat jalan duluan itu adalah tindakan nggak beretika di dunia perangkotan. Nah, pernah tuh ketika ketemu bapak supir tidak berperikesiswaan, kami menolak naik angkotnya dengan pura-pura santai di warteg, makan jajannya dilama-lamain, bahkan bercanda sampe nggak lucu. Si bapak tertekan dong, karena beliau harus memilih tetap lanjut jalan supaya angkot lain bisa narik meskipun penumpangnya nggak penuh atau penumpang penuh (isinya kami, para bocah brandal yang minta tarif murah) tapi mau nggak mau tarifnya dikurangi. Dengan terpaksa dan buru-buru si bapak berkata “yowes ayo budhal!” jadi, bapaknya paham kalau kami naik, uang yang akan kami bayarkan sesuai dengan tarif yang paling murah. Wah, saat itu kami merasa telah meraih kemenangan besar! Kesenangan saat SMP ternyata sesederhana itu.

Meskipun harus berusaha keras menutupi rok berkibar akibat angin kencang, kadang-kadang kejeduk kaca kalau bapak supir nyetirnya ugal-ugalan, bisa terlambat ke sekolah kalau bapaknya terlalu lama nungguin isi angkot penuh, berbaur dengan beragam jenis penumpang manusia, tumbuhan, hingga hewan, dan rambut auto kusut karena angin dari jendela angkot bukan sepoi-sepoi tapi cenderung ke angin ribut sih, aku tetap mencintai angkot. Sampai segede ini kalau berada di Sidoarjo, aku selalu menyempatkan naik angkot oranye. Sekadar nostalgia atau menikmati pemandangan kota yang udah banyak banget berubah.

Di sisi lain aku sedih sih, semakin berkembangnya iptek, semakin berkurang juga penumpang angkot. Tahun lalu, terakhir kali aku naik angkot oranye, penumpangnya dikit banget, itu juga didominasi sama orang yang udah tua. Ya angkot dimakan oleh jaman. Sekarang banyak orang, khususnya anak muda lebih suka naik ojek atau taksi online. Selain faktor iptek yang berkembang, kenyamanan transportasi umum juga berpengaruh banget terhadap minat penumpang. Aku berharap banget, pemerintah semakin memerhatikan transportasi umum. Mulai dari peremajaan, pemeriksaan berkala, sampai keamanannya transportasi seharusnya bisa terjamin sehingga penumpang nggak khawatir saat naik transportasi umum.

Kalau memungkinkan boleh dong cobain naik angkot? Seru banget deh pokoknya! Setidaknya selama kalian hidup, cobain sekali aja naik angkot. Itung-itung ngurangin polusi dengan nggak menggunakan kendaraan pribadi, berbagi berkat untuk supirnya, dan rasakan sensasi deg-degannya ngomong “Kiri, Pak!!!”. 

Comments

Popular posts from this blog

New normal Dicetuskan, Masyarakat Sudah Disiapkan?

"Kiri, Pak!" [PART.1]

Her Name Yola