Go Ahead Not A Hate!
source: getliterary.com |
It’s not that hard to feel grateful nowadays if only you saw things from different points of view.
It’s not that hard to be happy nowadays if only you weren't so focused on your failures.
It’s not that hard to stay calm nowadays if only you weren’t focused to pursue what seems so far but what already available for now.
It’s not that hard to go ahead when the circumstances become uncomfortable when you train your heart not spread hate, but love whatever the circumstances.
Bosen banget ya membaca berita di berbagai media? Isinya kalo nggak perkembangan covid-19 yang kian memburuk, ya masyarakat yang sesuka udelnya melanggar PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Rasa ingin ngehujat udah membuncah banget di hati dan rasanya pengen muntahin semua itu lewat bibir, jari, atau tatapan mata ke orang-orang.
Sejak covid ini muncul dan perlahan mengubah banyak hal dalam hidup manusia, aku juga ikut berubah (soalnya aku masih manusia). Aku belajar nggak menggenggam sesuatu terlalu erat. Belajar memaksimalkan apa yang ada sekarang. Belajar komunikasi dengan baik pada orang di sekelilingku. Belajar mengurangi “keAKUan”ku.
Sejak covid rasanya kesibukan semakin bertambah. Seiring kesibukan yang bertambah, kasih malah berkurang. Di awal bulan Mei, aku diingatkan tentang KASIH. Pokoknya ada preach yang terdiri dari dua bagian dalam dua minggu bertema The Supremacy of Love. Pas diingetin tentang kasih, seperti ada yang menyodorkan cermin. Aku bercermin, aku telusuri hidupku selama ini. Ketika berefleksi, aku menemukan diriku yang sebenarnya. Ternyata aku mengerjakan segala sesuatu dan memperlakukan banyak orang dengan sesuka hati. Salah satunya adalah jadi membatasi ngobrol dengan orang, bahkan keluargaku sendiri.
Sulit banget buat beranjak dari posisi nyaman versiku sendiri. Nyaman versi diri kita sendiri, belum tentu bikin orang lain nyaman lho! Perlu belajar mengakui bahwa itu hal yang nggak baik dan belajar dari nol untuk mengisi hati dengan hal-hal yang lebih pantas. Aku terlalu nyaman dengan kesibukanku sampai lupa kalau orang di sekeliling aku butuh kasih. Love is kind. That words from a preached a few weeks ago was spinning in my mind. Kenapa kasih itu disebut kind bukan nice? Dilihat dari sisi semantiknya, kind itu baik yang tidak memedulikan kondisi, apapun yang terjadi tetap ada inisiatif untuk berbuat baik. Sedangkan nice merupakan kebaikan yang hanya ditunjukkan di permukaan atau sederhananya cuma buat basa-basi doang.
Love is showing good manners. Poin itu juga mendominasi isi kepalaku. Tunggu, ada lanjutannya, inti dari pembicaraan preacher yang aku serap gini, “jangan sampe kita bisa menunjukkan good manners dengan orang luar, tapi dengan orang dekat kita malah tidak menunjukkan good manners.” Wah, aku berasa disemprot water cannon walaupun nggak pernah ngerasain aslinya, tapi yang aku rasain saat itu sakit-sakit menyegarkan. Sakit karena ditegur, menyegarkan karena diingetin yang bener. Beberapa waktu lalu saking hectic-nya aku bahkan menjawab orang terdekatku sekadar sepatah dua patah kata. Bener-bener singkat, padat, dan tidak jelas. Nggak kayak pas orang pidato ya, bilangnya sepatah dua patah kata eh tahu-tahunya sampe matahari berubah jadi bulan.
Pas diingetin tentang poin itu, aku sadar, perkataanku yang mungkin singkat, padat, dan ambigu itu malah menimbulkan perasaan khawatir di dalam hati lawan bicaraku. Terbukti memang gitu. Semakin tidak jelas, semakin orang bingung, semakin mangkel lawan bicara kita. Ya gitu wes, malah konflik kan ya, ntar sedih, padahal yang mulai ya diri sendiri karena nggak jelas. Akhirnya aku mulai memperbaiki, pelan-pelan mulai memberikan respon yang jelas ketika diajak berbicara, meskipun rasanya pengen cepet-cepet selesai ngomong, tapi harus merespon dengan jelas dan penuh kesabaran. Oh iya, sabar itu kata lainnya suffers long. Sabar menerima perlakuan orang lain dan tidak menyimpan dendam. Ketika kita sabar, kita punya kekuatan untuk mengontrol emosi kita.
Love isn't self-focused. Yap, kasih nggak fokus sama diri sendiri. Jelas banget ya. Tapi harus jelas juga dilakuinnya dong, hehe. Kalau kita terus menerus insecure secara nggak sadar kita bikin orang di sekeliling kita juga ikutan insecure lho, bahkan menderita. Bukan berarti kita salah lho kalau merasa insecure, mungkin kita perlu lebih banyak bersyukur sehingga perkataan Mamak Meira aka istrinya Ernest Prakarsa bisa diterapin “ubah insekyur jadi bersyukur” ceunah. Bisa dan boleh banget untuk share rasa insecure kita ke orang yang kita percaya. Bisa jadi setelah sharing kita dapet pencerahan.
Terlalu fokus sama diri sendiri juga bisa mengakibatkan kita susah ditegur. Ya karena bagi orang yang terlalu fokus sama dirinya sendiri, pendapatnya paling penting, perasaannya paling penting, sedangkan pendapat dan perasaan orang lain nomor selanjutnya. Masih mending kalo orang lain dapet nomor selanjutnya alias masih diinget, lah kalo bablas nggak dipikirin saking fokusnya sama diri sendiri doushite? Contoh riilnya, pelanggar PSBB. Bagi Anda yang teguh melanggar mungkin bisa mikir “yaelah yang ngelanggar kan aku, yang nanggung risikonya kan juga aku, selow aja ga usah heboh bray!”. Maap maap nih sobat, pikiran anda sependek tali beha? Atau malah lebih pendek? Masalahnya, kalau Anda (amit-amit) kena virus dari luar, terus Anda haha hihi pulang ke rumah, lalu bukannya langsung bersihin diri malah leha-leha, atau lebih parahnya virusnya udah keburu nempel di tempat yang nggak terlihat tapi sering dipegang-pegang sama penghuni rumah lainnya, bisa kebayang kan apa yang terjadi? Inget, kalau kalian melanggar PSBB, kalian cuma fokus sama diri sendiri alias nggak mengasihi orang di sekitar kalian.
Love isn’t easily provoked and think no evil. Kasih itu nggak mudah terprovokasi dan nggak menyimpan kesalahan orang lain. Jangan dikit-dikit tersinggung, ngecap orang lain kayak “ohh si Dae Kyung emang pelakor tingkat dewi! Udah nggak bisa berubah lagi, parah banget sih dosanya si kampret.” Acting Dae Kyung emang keren banget ya jadi pelakor btw, ups wkwkwk maap out of the line. Helaw sobat, kalo orang udah telanjur dilabel kayak gitu gimana orang itu mau berubah? Aturan terima dulu, dikasi encouragement. Emang kita siapa bisa ngelabel orang A, B, C? Dapet privilege darimana jadi tukang label? Ngimpi sana sampe Aquaman jadi Aquagirl. Only God can judge me, nah tulisan mainstream yang berkeliaraan di kaos custom-an itu emang bener lho. Coba yang jual bisa dm aku ya, pengen beli. Wkwkwk.
Dalam kondisi apapun, kita harus go ahead untuk menyebarkan kasih, bukan hate (kebencian) atau kalau dibikin halus bikin orang benci lewat perangai kita. Tulisan ini bakal jadi reminder pribadi juga sih buat aku, karena aku masih terus belajar konsisten buat nerapin kasih. Jadi, kalau ada kasih di hidup kita, sebenernya jadi gampang banget buat ngelihat hal-hal baik bahkan dalam kondisi buruk. Setidaknya gitu sih yang aku rasain. Udah tahu cara mengasihi kan? Jadi kapan melakukannya? Sekarang dong yaaa ;)
Comments