Mengagungkan Duka
sumber: pinterest.com/ Suren Nersisyan |
Aku merayau mengisi hariku.
Kulirik Awan dan berkata “hidupmu penuh makna ya,
Wan!”
Awan menggeleng-geleng malas.
“kau juga berteman dekat dengan Matahari, kalian
begitu dekat” tambahku.
Kulirik Bintang dan berkata “indah sekali dirimu,
ladang inspirasi bagi setiap yang memandang!”
Bintang menatapku sendu. Ia paham aku tak benar-benar memuji.
Kuserap nektar sebagai ganti laparku.
Ini
dia mata dari segala hari, “kau hebat! Kau dibutuhkan segala makhluk di jagat
raya!”
Matahari
membelalakkan matanya.
“Seharusnya Matahari sudah terbiasa akan pujian bukan? Mengapa harus terpana mendengar
ucapanku?”
Slrpppp. Tanpa kusadari sebuah jaring melilitku.
Matahari,
Bintang, dan Awan memandang lurus ke arahku.
Kini
aku terbingkai oleh kaca dan kayu.
Menjadi
bahan untuk dipamerkan.
Aku
tak bisa terbang bebas lagi.
Aku
tak bisa menyerbuki teman-teman bungaku lagi.
Aku
tak bisa mengisap nektar lagi.
“ASTAGA!”
seruku menyadari semua yang kubisa.
“terlalu banyak duka yang kau agungkan di hidupmu, Kupu” ujar
Matahari.
“terlalu banyak yang kau bandingkan, Kupu” timpal
Bintang.
“terlalu banyak keindahanmu yang kau tepis, Kupu”
tukas Awan.
Aku kupu-kupu.
Tejebak di antara duka yang kuagungkan.
Larut dalam kerupawanan insan lain.
Mimpiku hanyut, sayapku pun layu.
Bagaikan kabut, memupus hari cerah mendayu-dayu.
Comments