JANGAN PUNYA ANAK DULU KALAU?

https://pixabay.com/id/photos/kasih-sayang-pantai-orang-tua-anak-1866868/
Pixabay.com/ Pexels


Pagi ini aku bangun seperti biasa, tetapi ketika masih berusaha mengumpulkan nyawa, tiba-tiba terdengar suara teriakan dari luar kosan. Mata yang masih pliket langsung terbelalak. Aku pikir gempa, ternyata ada seorang Ibu sedang mengajari anaknya  belajar. Kuintip sedikit kondisi di luar dari balik pintu kamar. Sang Ibu duduk di atas kursi dan anaknya ada di  bawah berkutat dengan LKS di tangannya. Aku berusaha menyimak sang Ibu yang terus menerus mengajari anaknya dengan suara toanya. Sang Ibu mendikte jawaban untuk si anak. Si anak menyalin perkataan si Ibu sambil menulis.


Aku menggeleng-gelengkan kepala, nggak habis pikir. Bukan kali pertama aku menemukan si Ibu teriak-teriak, nggak tahu perkara apa yang sedang diurus sampai harus teriak-teriak, atau memang si Ibu bersuara keras? Masih belum bersih dari pencemaran suara sebelumnya, aku malah dikejutkan kembali dengan suara si Ibu yang menggelegar. Haduh, batinku sambat. Kali ini ia memarahi anaknya karena kayaknya si Anak menjawab soal dengan asal-asalan, padahal si Ibu sudah mendikte jawabannya. Ibu itu sampai menanyakan keberadaan otak si Anak. Kurang lebih seperti ini, “otakmu itu di mana?” dan bla bla bla. Lah, aku makin kaget, ini yang harusnya ditanyain keberadaan otaknya ya si Ibu bukan anak. Kocak bener nih manusia pagi-pagi bikin dongkol aja yakan.


Hmm. Aku langsung mengingat kejadian beberapa minggu lalu. Si anak yang dimarahi si Ibu adalah anak yang suka main ke kamar kosanku bersama bocah-bocah lainnya. Sebut aja nama anak itu Dadang ya. Biasanya Dadang dan kawan-kawannya dateng ke kamarku dengan tujuan belajar dan mostly sih main :p ya aku terima aja selagi nggak ganggu aku pas kerja.


Waktu ngajarin Dadang, Dadang susah banget disuruh baca. Ada aja alasan buat nggak baca, entah dia guling-guling di karpet, atau malah membaca soal latihan lain, main miniatur spiderman, banyak deh kegiatan yang sengaja dia lakuin supaya nggak membaca. Lanjut, aku minta dia kerjain sendiri dulu LKS yang dia bawa. Terus dia dikit-dikit nanya. Aku nggak masalah dengan pertanyaan yang bener-bener ngusik rasa ingin tahunya, tapi si Dadang nanya jawaban mulu :”) gimana nggak kesel. Terus masih dalam “sabar mode on” aku minta Dadang buat nyari jawaban dengan cara membaca teks yang ada di halaman sebelumnya. Aku nggak mau langsung ngasih jawaban secara cuma-cuma tanpa Dadang berusaha, aku pengin dia paham sama apa yang dia kerjain, bukan hasilnya bener atau salah yang dia kerjain. Nggak tahu aku yang jahat atau gimana pokoknya aku nerapin cara belajar itu sampai si Dadang bosen dan kabur pulang.


Temenku dan papaku yang kala itu tahu ceritanya cuma nyuruh aku sabar dan memaklumi tingkah si Dadang. Pas aku denger dan lihat langsung tadi pagi cara Ibunya Dadang ngajarin Dadang, aku jadi kasihan sama Dadang. Aku mikir ini udah kebiasaan dikasi jawaban terus sama Ibunya, jadinya dia males nyari jawaban sendiri, padahal nggak setiap masalah yang ada di hidupnya dia bakal dapet solusi atau bahkan diselesaikan oleh orangtuanya kan?


Di masa pandemi ini pasti berat bagi banyak orang khususnya dalam menjalankan pendidikan dan aktivitas lainnya dalam waktu yang bersamaan di rumah. Untuk anak yang belajar di rumah, hal tersebut sangat berat karena biasanya mereka belajar dan bermain bersama guru dan teman-temannya di sekolah, lalu tiba-tiba harus belajar di rumah, tidak bisa berinteraksi langsung seperti biasanya. Begitu juga bagi orangtua yang sedang work from home, berpartispasi dalam study from home si anak jelas menjadi hal baru. Mereka harus menguras tenaga ekstra untuk mengawasi dan mengajari anaknya. Belum lagi anak-anak kan tingkahnya banyak banget dan sulit untuk diprediksi, nggak jarang bikin ortu malah jengkel. Yang perlu diingat, sekesel-keselnya sama anak (bagi yang punya),  sebagai orangtuanya tetap harus menerapkan parenting atau pola asuh yang sehat. Selain demi masa depan anak, itu juga bentuk tanggungjawab yang memang harus dilalui olah orangtua. Menurut National Academy of Sciences menjelaskan empat tanggung jawab utama bagi orang tua: menjaga kesehatan dan keselamatan anak, meningkatkan kesejahteraan emosional mereka, menanamkan keterampilan sosial, dan mempersiapkan anak secara intelektual.


Parenting yang sehat mungkin bikin ortu harus banyak belajar, TAPI manfaat yang didapatkan nantinya bukan hanya untuk anak lho. Malah menurutku, kalau ortu menerapkan pola parenting sehat itu akan mengurangi tenaga ortu di masa depan untuk mengarahkan anaknya, karena nantinya karakter anak yang terbentuk dari pola parenting yang baik hasilnya akan baik.


Oke mari kita lihat dulu bentuk unhealthy parenting/ pola asuh yang nggak sehat. PsychologyToday dalam artikel yang berjudul Parenting: How Parenting Affects a Child's Development”  menjelaskan,


Two well-known examples of overparenting styles include "helicopter parenting," in which children are excessively monitored and kept out of harm's way, and "snowplow parenting," in which potential obstacles are removed from a child's path. Both can negatively impact a child's later independence, mental health, and self-esteem.”


Jadi aku terjemahin secara bebas ya, dua contoh parenting/ pola asuh yang berlebihan termasuk “pola asuh helikopter” yaitu anak-anak dimonitor dan dijaga berlebihan dari hal-hal yang merugikan, dan “pola asuh snowplow” yang mana potensi/ kemungkinan penghambat-penghambat yang ada di jalan (kehidupan) anak disingkirkan. Keduanya memiliki dampak buruk bagi kemandirian anak, kesehatan mental, dan penilaian/ penghargaan terhadap diri sendiri.


Dari dua contoh pola asuh di atas, aku nggak bermaksud untuk mengklasifikasikan Ibu Dadang ke dua kategori tersebut, karena pastinya perlu observasi lebih lanjut untuk mengidentifikasi Ibunya si Dadang yang mana harus dilakukan oleh ahli jiwa/ psikolog. Di sini aku menyoroti bahwa unhealthy parenting bener-bener berdampak buruk bagi kehidupan sang anak kelak. Kita bisa pelajari bersama bagi yang belum atau sudah menjadi orangtua tentang pola asuh yang sehat untuk anak-anak. Masih dalam laman yang sama namun dengan artikel berbeda No, Don't Be a Helicopter Parent. But Be Involved.” 

Parenting styles/ gaya pola asuh yang diperkenalkan oleh psikolog pengembangan, Dr.Diana,  memberi tiga  konsep parenting styles yaitu:

1.                  Authoritarian/ otoriter: orangtua ini memiliki banyak tuntutan tetapi rendah dalam responsivitas. Mereka cenderung kasar dan kurang hangat.

2.                  Permissive / permisif:  orangtua ini memiliki tuntutan rendah tetapi responsif tinggi. Mereka mungkin dipandang sebagai orantua yang "memanjakan" memanjakan anak-anaknya.

3.                  Authoritative/ autoritatif: kadang disebut sebagai pola asuh demokratis dan dianggap sebagai pendekatan "Goldilocks". Orangtua ini cenderung menuntut dan responsif. Dengan demikian, mereka terlibat, memberikan ekspetasi-ekspetasi, menetapkan batasan, dan juga memberikan kehangatan, penerimaan, dan dorongan semangat.


Dari definisi-definisi konsep di atas parenting autoritatif pastinya banyak membawa dampak yang lebih baik untuk kehidupan anak di masa depan. Mungkin seiring berjalannya penelitian, pengetahuan, dan teknologi yang semakin berkembang, akan ditemukan jenis-jenis lainnya. Untuk kali ini, bisa disimpulkan parenting autoritatif lebih baik karena orangtua cenderung terlibat tetapi tidak terlalu memanjakan anak ataupun menuntut anak berlebihan. Pasti perlu waktu bagi orangtua atau kita yang akan menjadi orangtua untuk terus belajar menyeimbangkan antara permintaan dan respon terhadap anak. Yang paling penting disadari adalah setiap anak berbeda dan unik. Sebagai orang yang lebih tua aja pasti nggak suka dipaksa ngelakuin sesuatu, sama halnya dengan anak-anak. Lalu, daripada memarahi anak yang mana menguras tenaga dan emosi, mengapa nggak bertanya kepada anak apa yang ingin ia lakukan? Di dalam aktivitas yang ingin anak lakukan itu orangtua bisa menyisipkan edukasi-edukasi yang berguna agar anak tetap belajar tapi bahagia juga.


Jadi, jangan punya anak dulu kalau nggak siap dengan tanggung jawab menjadi orantua. Ribet kan jadi orangtua? Memang cut! Jadi, masih pengin cepet-cepet nikah dan punya anak? :p

Comments

abuzaki said…
Tulisan yg bagus, buat orang tua gmana cara mendidik anaknya kelak dan referensi dari beberapa sumber nya juga oke...mantap tulisannya semakin asik di baca dan mendidik semangat terus dalam menulis viabell. Love you...

Popular posts from this blog

New normal Dicetuskan, Masyarakat Sudah Disiapkan?

"Kiri, Pak!" [PART.1]

Her Name Yola