Songs For My “21” Part 1
Aku sudah tau dari awal
Rasa takut masih ku genggam nyaman
Cinta dan jenisnya seperti seram
Kupelajari sedari kecil
Dan dari situ
Cara pandangku melihat cinta berwarna keruh
Seperti bertaruh apa kau dan aku
Akan jadi sama seperti itu
Aku punya harapan untuk kita
Yang masih kecil di mata semua
Walau takut kadang menyebalkan
Tapi sepanjang hidupkan ku habiskan
Walau tak terdengar masuk akal
Bagi mereka yang tak percaya
Tapi kita punya kita
Yang akan melawan dunia
Rasa takut masih ku genggam nyaman
Cinta dan jenisnya seperti seram
Kupelajari sedari kecil
Dan dari situ
Cara pandangku melihat cinta berwarna keruh
Seperti bertaruh apa kau dan aku
Akan jadi sama seperti itu
Aku punya harapan untuk kita
Yang masih kecil di mata semua
Walau takut kadang menyebalkan
Tapi sepanjang hidupkan ku habiskan
Walau tak terdengar masuk akal
Bagi mereka yang tak percaya
Tapi kita punya kita
Yang akan melawan dunia
-Taruh, Nadin Amizah
Di atas merupakan penggalan verse kedua-chorus dari lagunya Nadin berjudul Taruh. Sedikit cerita tentang lagu tersebut, lagu tersebut merupakan satu dari Sembilan lagu dari album “Selamat Ulang Tahun” oleh Nadin yang dirilis di youtube pada hari ulang tahunnya. Setiap lagu yang diciptakan Nadin dalam album tersebut memiliki pesan spesifik bagi setiap orang yang ada di dalam hidupnya. Aku membaca setiap pesan yang ia tulis bagi orang-orang yang dituju Nadin pada setiap lagu, tapi lagu yang bener-bener aku dengerin cuma beberapa. Salah satunya lagu Taruh. Awalnya aku nggak ada niat dengerin lagu itu pas hari ultahku. Tiba-tiba ada seorang sahabat pada larut malam mengirimkan sebuah video yang berisi kepingan-kepingan kehidupanku diiringi lagu ini, jadi makin meresapi aja. Thanks to Angel.
Lagu ini merepresentasikan hatiku di hari ulang tahunku yang baru lewat beberapa hari (16/6). Banyak pertanyaan meletup di kepalaku. Berbagai emosi mengaduk-aduk hatiku. Ini, serius 21 tahun? Tanyaku pada diri sendiri. Bukan masalah bertambah tua atau kerutan-kerutan halus di wajah, atau bahkan semester “monster” perkuliahan yang bakal aku hadapi. Aku nggak kepikiran semua itu sama sekali. Pikiranku malah melayang ke masa-masa sulit di belakang. Yang rasanya nggak sanggup buat dijalani. Keluarga, kuliah, teman, sahabat, pacar. Semua pikiran itu mengitariku sambil bersorak, seakan aku telah sampai di garis akhir. Sedangkan aku tahu, garis akhir yang mereka maksud adalah umur 20 tahun yang telah disapu oleh tambahan satu tahun yang diberikan Tuhan. Belum selesai ternyata. Ini hadiah yang bagus untuk menyelesaikan tantangan di belakang dan di depan.
Tadi, aku chatting dengan seseorang yang beberapa hari lalu tidak mengucapkan sepatah kata pun di hari ulang tahunku. Terlihat asing karena aku mikir dia nggak mungkin ngelakuin itu, jadi aku pikir dia kenapa-kenapa. Sebut saja Paha. Sahabat dari SMA. Pas aku chatting dengan Paha, aku merasa ia merayakan ultahku dengan cara yang berbeda. Ia menyodorkan banyak pertanyaan yang membuat gelembung-gelembung pertanyaan meletus di otakku. Wah, ini dia. Pertanyaan-pertanyaan yang sebenernya bener-bener biasa, tapi sayangnya nggak ditanyakan oleh orang-orang yang bahkan lebih dekat denganku daripada si Paha. Ya, pasti banyak alasan mereka tidak bertanya, tidak apa-apa, aku tidak kecewa dengan mereka.
Salah satu pertanyaannya:
[13:56, 6/18/2020] Paha: Udah ada gambaran blm?
[13:56, 6/18/2020] Paha: Soal jawaban kalau ada yg nanya "what's next?"
Nggak aku sangka-sangka jawabanku mengalir deras seperti bendungan pecah. Thank you, Ha. Awalnya jawaban standar yang kusampaikan. Melanjutkan kuliah, eksplor diri, mencari pekerjaan. Di pertengahan sampai akhir aku mengungkapkan betapa bermasalahnya diriku. Banyak hal yang harus aku bereskan karena kalau saja aku memilih abai, aku tahu dan yakin aku nggak bisa berkembang. Cara pandangku melihat dunia benar-benar berbeda dari umur-umurku sebelumnya.
Aku berpikir, sesiap apa karakterku untuk terjun ke dunia nyata? Walaupun yang djalani selama ini bukan fiksi. Tapi nyatanya, selama 20 tahun hidup, dunia lebih jahat dari yg aku pikir waktu umur-umur sebelumnya. Masalah-masalah unik yang memiliki cara penyelesaian yang berbeda tentunya menguras tenaga, hati dan otak. Makanya karakter yg kuat dibutuhin banget supaya nggak gampang hancur. Targetnya bertahan. Di tengah-tengah proses bertahan aku juga selalu nanemin di diriku untuk tidak lupa memberi impact. Nggak mesti ke banyak orang. Aku juga selalu mempertanyakan, apakah aku sudah melakukan yang terbaik hari ini? Karena kita hidup hari demi hari. Aku ingin maksimal hari demi hari. Itulah gambaran besar di kepala kecilku, yang realisasinya butuh ketekunan. Untuk sekarang, kuakui aku sedang tidak tekun. Dan lemah.
Aku harus nemuin kebahagian-kebahagian kecilku seperti dulu. Tenggelam dalam pikiran negatif nggak bakal bikin kita menjelajah lebih jauh. Tulisan ini kubuat untuk pengingat kalau-kalau aku jatuh lagi. Semoga berguna juga untuk kalian. Tetaplah bertanya dan temukan kebahagian-kebahagian kecil lagi dan lagi agar diri sendiri tetap termotivasi bertahan, berjalan, serta mau terus berjuang melawan dunia.
Comments