A. D. M. L (season 2)
Kanya
mengejar Kevin yang dari tadi berlari. Sebenarnya sudah lelah, tapi ia tak mau
kehilangan satu momen pun bersama Kevin. Sejak resmi menjadi kekasih Willy,
Kanya sudah seperti ibu bagi Kevin. Mereka begitu akrab. Sangat akrab. Tidak
ada lagi tembok pemisah antara Kanya dan Kevin.
Lagu
Ten2five berjudul Love Is You
mengalun tiba-tiba, nada dering dari HP Kanya menghentikan langkahnya. Sejak
Kanya tahu bahwa lagu tersebut adalah lagu kesukaan Willy, dan menurut Kanya
liriknya bagus, ia mengubah nada dering pada HP-nya. Willy calling. Kanya tersenyum lalu menekan tanda jawab pada HP-nya.
Suara
di seberang sana. “Halo Sunshine”
Wajah
Kanya memerah, jantungnya loncat-loncat kesenangan. “Apaan sih, gombal mulu
deh!”
“Siapa
yang gombal yeeee.” Willy diam sedetik. “Oh iya, hari ini sampe lusa Kevin
nginep di apartemen kamu aja ya, aku bakalan keluar kota mau ketemuan sama client”
Wajah
Kanya langsung cemberut, “Hmm. Ya udah deh.” Tanggap Kanya lemas.
Willy
menangkap kesedihan yang dipancarkan Kanya lewat suara. Ia sangat mengenal
kekasihnya. “Jangan sedih dong, sayang. Ntar kalo aku udah pulang aku pasti
langsung nyamperin kamu sama Kevin.”
Kanya
mau tak mau harus merelakan Willy keluar kota beberapa hari, itu adalah resiko
pekerjaannya. Kanya harus berhati besar. Ia mengangguk lalu tersenyum kembali.
“Ya udah baik-baik ya di sana. Jangan minum kopi, jangan lupa mandi, makan yang
teratur, jangan lupa…”
“Jangan
lupa hubungi kamu kalo lagi gak sibuk dan yang terakhir jangan nakal, iya iya
pacarku” potong Willy cepat, Kanya hanya tertawa mendengar Willy hafal benar
tentang kebiasaan cerewet Kanya jika hendak menutup telepon. Setelah
mengucapkan selamat tinggal sambungan telepon pun putus.
*****
Kanya
sedang berada di dapurnya. Mengiris buah apel permintaan Kevin. Sedangkan Kevin
dengan tenang menonton kartun kesukaannya. Tiba-tiba bel apartemen Kanya
berbunyi. Sesegera mungkin Kanya berjalan membuka pintu.
“Hai,
Kanya!” suara itu menyapa riang. Kanya bengong di depan pintu. “Aku boleh masuk
nggak nih? Pasti boleh yakan?” orang itu masuk tanpa dipersilakan.
Bhadrika
Ararya. Biasanya dipanggil Adrika. Teman sebangku Kanya pas SMP. Sekarang ia
sudah menjadi pilot maskapai terkenal di kotanya. Kanya tak pernah berhubungan
dengannya sejak lulus dari SMP. Keheranan Kanya berlipat kali ganda karena ia
tak tahu Adrika dapat alamatnya dari mana serta apa tujuannya kemari.
“How’s life, Kanya?” tanyanya sambil
mengamati Kanya dari ujung kaki hingga ujung kepala.
“Baik-baik
aja kok, Drik. Kamu?” Kanya agak canggung menerima tamu cowok, walaupun Adrika
temannya sendiri.
“Aku?
Seperti yang kamu lihat sekarang. I’m great! Ini nih kan dari kantor aku,
aku dapet tiket liburan ke Krabi Island, Thailand jadi aku mau ngajak kamu,
gimana? Ada dua tiket loh.” Adrika mengucapkan hal itu sangat enteng,
seakan-akan mereka hanya akan pergi ke depan rumah yang tak perlu menggunakan
pertimbangan apa-apa.
“Hold on, Adrika. Aku nggak lagi mimpi
kan?”
Adrika
mencubit pipi Kanya, dan seketika itu juga Kanya membeku. “You are in real life, Kanya Ardhani. ”
“Sorry, Drik. Aku nggak bisa karena….. ”
suara Kanya tertahan karena Kevin tiba-tiba datang dan menagih buah apel
pesanannya. Kanya meringis karena lupa memberikan apel yang diminta Kevin. “Wait ya, Drik.” Ucap Kanya kemudian
berlalu ke dapur. Adrika sudah melayangkan pikiran yang irrasional di otaknya.
Beberapa
saat kemudian Kanya kembali dengan piring berisi irisan apel di tangan
kanannya. “Nih sayang, makan sambil nonton aja ya, Bunda mau ngobrol dulu.”
Kevin manggut-manggut dan pergi ke ruang tengah, tapi sebelum ia beranjak ia
menjulurkan lidahnya ke Adrika dengan sinis. Adrika memekik dalam hati.
“Is he your son?” Adrika bertanya dengan
hati-hati. Ia menelan ludah banyak-banyak sembari menunggu jawaban Kanya.
“Ya
bukanlah. Dia itu anak angkat aku.”
Jawab Kanya mantap.
Adrika
menghela napas lega. Senang mendengarnya. “Ya udah deh kamu pikirin baik-baik
ya tentang tawaran aku, kalau kamu berubah pikiran kamu bisa hubungin aku.”
Adrika berdiri sambil memberikan Kanya sebuah kartu nama. Kanya mengangguk lalu
membukakan pintu untuk Adrika.
*****
To: Velita
Vel, lo inget temen
kita pas SMP. Si Adrika itu loh, temen sebangku gue. Dia kemaren dateng ke
apartement gue!!!
-sent-
From:
Velita
Sumpil
lo? Adrika mantan gebetan gue yang diembat sama Maya itu kan? Wah dapet alamat
lo dari mana tuh cacing?
-received-
To: Velita
Iya, masa gue ngibul
sih. Ya mana gue tau. Dia ngajakin gue liburan ke Thailand. Gimana tuh? Gue
trima nggak?
-sent-
From:
Velita
Gile
tuh orang, niat amat. Kalo gue jadi lo sih pasti langsung gue ambil hehehe,
lumayan sis! Lusa gue ke Thailand, btw (fyi aja). Tapi terserah lo sih, eh
Willy mana? Kabar brondong gue si Kevin gimana?
-received-
To: Velita
Asem
lo! Ya udah jangan lupa oleh-oleh ya, xixixxi. Willy lagi di luar kota.
Brondong lo? Nenek lo standing! Anak
gue tuh! Si Kevin baik, ini gue mau masak buat dia. Ya udah ya, pulsa gue nipis
nih! Bye!
-sent-
From:
Velita
Nenek
gue standing? Dia udah nggak ada curut! Ya udah salam buat my brondong ya,
bilangin gue tunggu dia ampe sukses. Yee, malu-maluin aja lo! Pacar banyak
duit, pulsa gak ada. Payah lo! Bye!
-received-
*****
Willy
sedang ada di pusat perbelanjaan bersama Antalya, adik tirinya. Nama adik
tirinya unik karena nama itu memang sama dengan nama salah satu kota yang ada
di Turki dan perilaku Antalya memang seunik namanya.
“Ly,
gantungan kunci ini lucu nggak sih?” Tanya Willy yang lagi menggenggam sebuah
gantungan kunci apel bertabur glitter emas.
Antalya
mengamati gantungan kunci itu dengan teliti. Membolak-balikkannya. Willy
mengembuskan napas tak sabar. Hanya meminta saran saja perlu selama ini?
Kesimpulan yang dapat dipetik Willy adalah cewek terlalu banyak pertimbangan
dalam memutuskan sesuatu.
“Lucu.
Ya udah ambil aja kak.” Ujar Antalya kesenangan. Willy menggeleng-gelengkan
kepala, ia melirik arlojinya. 15 menit, cuma gitu doang? Ampun pakjii.
*****
Kanya
sibuk menenangkan Kevin yang dari tadi merengek karena rindu pada Willy. Willy
tidak pulang sesuai jadwal yang diberitahukan pada Kanya. Kanya mulai resah,
ditambah lagi lost contact sama Willy
selama beberapa hari. Kanya benar-benar sebal, marah, kangen, perasaannya
bercampur aduk terhadap kekasihnya itu. Setelah Kevin berhasil terlelap, Kanya
meluangkan waktu untuk dirinya.
“Wil
kamu di mana sih? Nggak ada kabar. Nggak balik-balik. Aku nggak tau mesti
ngomong apalagi ke Kevin. Kamu nyebelin banget sih Wil!!!! Kamu jahat Wil!”
Kanya membanting frame foto yang memperlihatkan kemesraannya bersama
Willy di sana. Kanya menangis, ia lelah menunggu seperti ini. Ia merasa sudah
sangat sabar.
Kanya
membuka flap HP-nya. Ia menulis
sebuah pesan singkat, kemudian menyeka air matanya. Ia harus melanjutkan
hidupnya.
*****
“Kalian
udah siap?” Tanya Adrika pada Kanya dan Kevin sebelum mereka check-in di bandara. Kanya hanya
tersenyum lemah. Kevin mendongak menatap Kanya. Kanya mengelus kepala dan
tersenyum sekali lagi untuk meyakinkan Kevin. “Oke, ayo kita berangkat!!!”
Adrika membawakan koper milik Kanya serta ransel punya Kevin.
*****
Willy
duduk di bawah sofa tempat di mana Antalya bermain gitar. Willy sedang
memencet-mencet HP-nya, dua hari yang lalu HP Willy jatuh di kamar mandi ketika
Willy meletakkannya di pinngir bathtub.
Ia bingung cara menghubungi Kanya, padahal ia janji akan sesering mungkin
menghubungi Kanya dan Kevin. Baru kali ini Willy terlihat frustasi.
“Lo
kayak orang berbeban berat banget sih?!” celetuk Antalya di tengah instrument
yang dimainkannya.
Bola
mata Willy memutar menatap Antalya yang tampak tak berdosa dengan pertanyaannya
itu. “Maksud kamu? Aku nggak bisa ngehubungi pacar aku dan anak angkat aku, aku
mesti santai dan berlagak nggak punya beban gitu?” Willy kembali menatap
HP-nya.
Antalya
menaruh gitarnya di sofa lainnya. Ia memegangi rambut di kepala kakak tirinya
itu. “Gila lo, itu kan cuma pacar, dan lo kan bisa servis tuh HP, otak dipake
dong!”
Willy
kemudian duduk di atas sofa, menatap Antalya sedatar mungkin. “Kamu sih
kelamaan jomblo, jadinya nggak bisa ngerasain gimana rasanya nggak telponan
sama pacar walaupun cuma sehari. Kesiksa tau!” Willy meletakkan telunjuknya di
kening Antalya lalu mendorong kecil kening mulus itu.
Antalya
mengusap-usap keningnya. “Sialan lo! Nggak pake jendul-jendul kepala orang bisa
nggak sih?!”
“Iya,
iya maaf nona cerewet.” Ujar Willy penuh ketulusan sambil mencubit sekilas pipi
Antalya. Antalya mendadak diam. Ada sesuatu yang menyambar hatinya, tangan yang
menyentuhnya pipinya barusan. Oh tidak! Antalya mengusir setan dalam otaknya.
Ia kembali sadar ke dunia nyata lalu meninggalkan Willy. Willy kebingungan dan
kembali ke kamarnya. Sejak ada kepentingan di luar kota, Willy memang selalu
menginap di rumah adik tirinya ini.
*****
Mereka
baru saja sampai Bandara Internasional Suvarnabhumi. Kanya tampak insecure terhadap kelakuan Adrika sejak
turun dari pesawat. Ia menggandeng tangan Kanya seakan-akan Kanya mengizinkan
hal itu terjadi, sedangkan Kevin cemberut terus menerus. Kanya berusaha
melepaskan tangan kekar itu, tapi genggaman itu semakin erat mengurung
tangannya yang mungil. Kanya pasrah sesaat.
“Dri,
tolong lepasin dong, tangan aku sakit.” Pinta Kanya saat mereka bertiga telah
berada di dalam taksi.
Adrika
kelihatan salah tingkah lalu melepaskan genggamannya. Sudah berapa lama ia
menggenggam tangan yang sangat ingin digenggamnya sejak dulu itu? “Sorry, Nya.”
Setelah
mereka sampai di hotel, Kanya dan Kevin segera masuk ke dalam kamar yang telah
dipesan oleh Adrika untuk mereka. Tentu saja Adrika beda kamar dengan mereka. Setelah
menidurkan Kevin, Kanya meregangkan otot-ototnya. Ia tampak lelah. Lelah
jasmani dan juga pikiran. Apakah Willy lupa padanya? Setidaknya kalau ia
melupakannya Kanya, ia tak boleh melupakan Kevin. Hati Kanya mencelos tak
terima akan keadaan yang menyiksanya ini. Kanya lelah menjanjikan Kevin bahwa
Willy akan pulang besok, besok, dan besoknya lagi. Tapi Willy semakin lenyap
ditelan bumi tanpa kabar.
*****
“Jadi
ntar sore lo bakal pulang?” Tanya Antalya disela ia membantu mengemas
barang-barang Willy.
“Hmm,
iya.” Balas Willy singkat. Willy tampak canggung berbicara dengan Antalya
setelah apa yangh ditemukannya tadi pagi di atas meja tamu.
Antalya
peka terhadap perubahan yang dimunculkan Willy. Ia penasaran. “lo nggak apa-apa
kan?”
Willy
membalas dengan cepat, ia sudah tak sabar ingin menjumpai Kanya dan Kevin. “I’m
fine.”
“Sebenernya
ada yang pengen gue kasi tau ke lo..” gumam Antalya yang langsung disahut cepat
oleh Willy.
“Stop,
Lya. Aku udah tau semuanya.” Willy menatap Antalya tajam. Antalya tampak tak
siap dengan hal ini.
“Tau
apaan? Gue ga ngerti.”
Willy
berbalik sebentar, mengambil sesuatu. Sebuah buku harian, lalu mengacungkan
buku harian itu tepat di depan muka Antalya. Antalya hanya bisa melongo.
Antalya merasa idiot. “Kamu nggak perlu make
lagi buat ngebayangin aku bakalan sayang sama kamu. Aku udah sayang kok sama
kamu, kenapa kamu ngelakuin hal bodoh?”
Antalya
tak sanggup menahan desakan air matanya. Air matanya meyeruak begitu saja
ketika mendengar Willy berbicara seperti itu. “Lo gak ngerti! Sayangnya lo ke
gue itu cuma sebatas adek-kakak, tapi sayangnya gue itu lebih! Dan gue sadar,
gue gak bakal pernah dapat balasan sayang yang sama dari lo! Makanya gue make, dengan cara itu gue lega, gue bisa
ngebayangin lo sayang ke gue lebih dari adek. Gue cinta sama lo!!!!!!!”
Willy
mengumpat dirinya sendiri. Ia tak sanggup melihat Antalya merusak tubuhnya demi
dirinya. Willy tak pernah memberi harapan lebih pada Antalya kan? Apa yang sebenarnya
dipikirkan Antalya, sampai-sampai Antalya jatuh cinta pada Willy. Willy tak
habis pikir. “Kamu gila Lya!” Willy membanting buku harian Antalya ke lantai.
“Iya
gue emang gila! Gue gila karena gue cinta sama lo. Gue gila karena lo nggak
bisa bales perasaan gue! Gue udah suka sama lo sejak gue kecil. Sejak pertama
kali orang tua kita married.” Antalya
terisak saat menjeritkan seluruh isi hatinya saat ini.
Willy
mengusap-usap wajahnya dengan kasar. Ia tak tahu cinta seperti apa yang tumbuh
dalam gadis di hadapannya ini. Ia merasa gagal menjadi seorang kakak, walaupun
hanya kakak tiri. “Aku pergi sekarang. Kamu jaga diri baik-baik.”
Tangan
dingin itu menahan tangan Willy yang hendak memutar ganggang pintu. “Lo jahat
Wil!”
“Kamu
harus sadar kalo yang kamu lakuin itu salah dan sia-sia, Ly. Kita bakalan tetep
jadi sodara, nggak lebih.” Willy membanting keras pintu itu dan berlalu.
Antalya berlutut di depan rumah menangisi seseorang yang dipujanya sejak ia
masih kecil. Ya, Willy.
*****
Kevin
merajuk ingin pulang. Ia sudah tak betah berlama-lama bersama orang asing dan
di tempat asing. Kanya dapat merasakan perasaan Kevin. Maka dari itu Kanya akan
berbicara pada Adrika setelah ia selesai berkemas dan ia juga sudah membooking dua tiket pesawat hari ini.
Kanya tahu Adrika pasti kecewa atas keputusannya, tapi ia yakin Adrika bisa
mengerti karena alasannya.
“Drik,
aku pengen ngomong sesuatu.”
Wajah
Adrika terlihat lebih cerah dari biasanya. Ia mempersilakan Kanya berbicara. “Drik,
kayaknya aku nggak bisa ikut kamu jalan-jalan hari ini.”
Wajah
cerah di wajah Adrika memudar seketika. “Loh kenapa? Kamu sakit?” Adrika
menempelkan telapak tangannya di kening Kanya dan langsung ditepis lembut oleh
Kanya.
“Bukan
gitu. Kevin pengin pulang. Dia nggak betah di sini. Aku nggak bisa maksa dia,
Drik. Jadi aku bakalan pulang sama dia hari ini juga. Tenang aja, aku udah
pesen tiket pesawat kok.”
Adrika
tak percaya semua ini, setelah apa yang dilakukannya untuk Kanya, Kanya dengan mudahnya
ingin pergi karena permintann anak kecil yang menurutnya tak tahu diri itu.
Rahang Adrika mengeras. “Kamu ngelakuin ini demi anak pungut itu? Kamu rela
mengabaikan kebahagianmu demi dia? Kamu cewek terbodoh yang pernah aku kenal.
Silakan pergi!”
Mata
Kanya berkaca-kaca, ia mencoba tak meneteskan air mata di depan cowok ini. Ia
tak mau terlihat lemah. Ia tak sudi menangis di depan Adrika, cowok yang telah
meremehkan Kevin. Kanya beranjak ke kamarnya menyeret kopernya dengan kasar dan
menggandeng tangan Kevin. Ia menatap Adrika dengan sinis. “Dia lebih penting
dari apapun yang aku punya di dunia ini, meskipun aku mesti ngerelain segala
hal termasuk kebahagiaan aku. Makasih udah sadarin aku bahwa kamu bukan cowok
yang baik.” Kanya dan Kevin masuk ke dalam taksi. Adrika hanya berdiri di
tempat sampai kedua orang itu menghilang.
*****
Willy
melangkah panik ke luar apartementnya. Setelah ia mendapat kabar dari Velita
bahwa Kanya dan Kevin pergi ke Thailand beberapa hari yang lalu, Willy langsung
memesan tiket untuk pergi ke Thailand. Willy mencoba menghubungi nomor HP
Kanya, tetapi tak aktif. Willy mengacak-acak rambutnya. Willy merasa bersalah
pada Kanya dan Kevin, harusnya ia tak menunggu HP-nya selesai diservis baru ia
pulang. Willy yakin Kanya sangat marah dan benci pada Willy. Pasti Kanya sudah
menuduh Willy yang dengan hal yang enggak-enggak. Mungkin saja Kanya berpikir
Willy selingkuh, bisa jadi. Willy berangkat ke bandara, ia tak sanggup
memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang dipikirkan Kanya.
*****
Kanya
menggendong Kevin. Akhirnya Kanya sampai di tanah air. Waktu Kanya hendak
menghentikan taksi di depannya, ia melihat seseorang turun dari taksi yang
diberhentikannya. Willy. Benarkah itu Willy? Kanya membeku di tempat. Kevin
turun dari gendongan Kanya dan langsung meloncat ke arah Willy. Willy memeluk
Kevin erat. Kevin menangis terseduh-seduh, seperti tak bertemu bertahun-tahun.
“Ayah
kok ninggalin aku sama bunda sih? Kevin sedih tau!” gumam Kevin saat berhenti
menangis. Willy tak menjawab, ia hanya melihat ekspresi Kanya yang tak dapat
diketahuinya. Ia bingung bagaimana menjelaskan pada Kanya.
“Kanya..”
panggil Willy pelan. Kanya tak menoleh sedikit pun ke arah Willy. Ia sibuk
menahan amarahnya. Tenaga Willy hampir habis untuk mengucapkan kata-kata.
“Maafi..” ucapan Willy terpotong saat Kanya memeluknya dengan erat. Sangat
erat. Ia hampir tak bisa bernapas. Kanya menenggelamkan wajahnya di dada bidang
Willy. Tangisnya tak terbendung.
“Dasar
cengeng!” ujar Willy sambil mengelus puncak kepala Kanya.
“Kamu
jahat tau nggak! I’m dying to miss you.”
Kanya menatap Willy sebal sekaligus gembira.
“Aku
sayang banget sama kamu.” Kata Willy perlahan.
“I love you more.” Kanya menyeka air
matanya lalu menggandeng erat tangan Willy. “Jangan pergi-pergi lagi! Aku sama
Kevin nggak mau sehari tanpa kamu.”
“Aku
janji nggak bakalan ninggalin kalian. Do
you trust me?”
“I trust you, always.” Senyum manis Kanya
terbit. Hanya ini yang Kanya mau. Bersama Willy dan Kevin. Itu saja cukup.
Waktu mereka bertiga ingin meninggalkan bandara, lagu Love is you- Ten2five memenuhi seisi bandara. Kanya dan Willy
langsung bertatapan. Tertawa kecil. Kemudian berjalan kembali. Setelah ini,
Willy akan menata hidupnya. Ia akan menikahi Kanya, ia tak ingin melepaskan
mutiaranya lagi.
Requested by: Willy The Pooh
Requested by: Willy The Pooh
Comments